Sabtu, 07 Januari 2017

LAPORAN SANITASI MAKANAN JAJANAN SEKITAR KAMPUS UNRAM



ACARA V
UJI SANITASI MAKANAN JAJANAN SEKITAR KAMPUS
PENDAHULUAN
Latar belakang
Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Makanan jajanan juga dikenal sebagai street food adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta tempat yang sejenisnya. Makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pertama makanan utama atau “main dish” contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi pecel, dan sebagainya. Yang kedua panganan atau snack contohnya kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan sebagainya. Yang ketiga adalah golongan minuman contohnya es teler, es buah, teh, kopi, dawet, dan sebagainya; dan yang keempat adalah buah-Buahan contohnya mangga, jambu air, dan sebagainya (Mudjajanto, 2005).
Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada bahan makanan diantaranya adalah bakteri dan kapang. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu ,membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dengan adanya keberadaan mikroorganisme di sekitar kita, maka mikroorganisme itu juga dapat menguntungkan tetapi dapat juga merugikan, karena apa kita tahu bahwa mikrobia dapat membuat makanan kita menjadi busuk, rusak, tengik. Makanan itu dapat terkontaminasi oleh mikrobia karena dalam makanan mengandung banyak sekali nutrien, yang mana kita tahu bahwa suatu mikrobia dapat hidup dan berkembang bila terdapat nutrient. Maka itu tidak heran bila makanan dapat mengalami pembusukan, karena makanan merupakan media yang bagus untuk dapat tumbuh suatu mikroorganisme.
Berbagai macam uji mikrobiologis dapat dilakukan terhadap bahan pangan. Meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menenetukan tingkat keamanan. Selain itu, uji indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan terhadap tiap bahan pangan tidak sama tergantung berbagai faktor, seperti jenis dan komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan serta komsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya. Salah satu metode yang digunakan yaitu Metode MPN yang biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba. Oleh karena itu penting dilakukan praktikum ini guna mengetahui mikroba yang ada pada makanan jajanan.

Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menegetahui tingkat sanitasi dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada makanan jajanan di sekitar kampus.



TINJAUAN PUSTAKA
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Makanan yang dibutuhkan harus memenuhi syarat kesehatan dalam arti memiliki nilai gizi yang optimal seperti vitamin, mineral, hidrat arang, lemak dan lainnya. Makanan yang dikonsumsi beragam jenisnya dengan berbagai cara pengolahannya. Makanan –makanan tersebut sangat mungkin sekali menjadi penyebab terjadinya gangguan dalam tubuh kita sehingga kita jatuh sakit. Salah satu cara untuk memelihara kesehatan adalah dengan mengkonsumsi makanan yang aman, yaitu dengan memastikan bahwa makanan tersebut dalam keadaan bersih dan terhindar dari penyakit. Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan suatu makanan menjadi tidak aman, salah satu diantaranya dikarenakan terkontaminasi (Thaheer, 2005).
Terjadinya peristiwa keracunan dan penularan penyakit akut yang sering membawa kematian banyak bersumber dari makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan khususnya jasa boga, rumah makan dan makanan jajanan yang pengelolaannya tidak memenuhi syarat kesehatan atau sanitasi lingkungan. Sehingga upaya pengawasan terhadap sanitasi makanan amat penting untuk menjaga kesehatan konsumen atau masyarakat. Makanan jajanan bagian dari upaya penyediaan pangan dewasa ini telah berkembang dengan pesatnya sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan makanan murah, mudah diperoleh dan digemari oleh sebagian besar golongan masyarakat. Dilain pihak makanan jajanan ini masih mengandung risiko yang cukup potensial menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, akibat penyelenggaraan yang kurang memperhatikan sanitasi makanan. Hal ini dengan masih seringnya terjadi kasus-kasus keracunan makanan  diberbagai tempat (Hariyadi, 2009).
Peluang terjadinya kontaminasi makanan dapat terjadi pada setiap tahap pengolahan makanan. Berdasarkan hal ini, higiene sanitasi makanan yang merupakan konsep dasar pengelolaan makanan sudah seharusnya dilaksanakan. Enam prinsip higiene sanitasi tersebut adalah (1) Pemilihan bahan makanan. Bahan makanan yang dipilih harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti batas kadaluarsa, terdaftar pada Depkes, dan bahan tersebut diizinkan pemakaiannya untuk makanan, (2) Penyimpanan bahan makanan. Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak cepat rusak, (3) Pengolahan makanan. Pengolahan makanan meliputi 3 hal, yaitu peralatan, penjamah makanan, dan tempat pengolahan, (4) Penyimpanan makanan matang. Makanan matang yang disimpan sebaiknya pada suhu rendah, agar pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan dapat ditahan, (5) Pengangkutan makanan. Cara pengangkutan makanan yang diinginkan adalah dengan wadah tertutup, (6) Penyajian makanan. Makanan disajikan dengan segera, jika makanan dihias maka bahan yang digunakan merupakan bahan yang dapat dimakan (Depkes, 2011).
Pengelolaan makanan minuman yang tidak higienis dan saniter dapat mengakibatkan adanya bahan-bahan di dalam makanan minuman yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada konsumen. Makanan dan minuman dapat menimbulkan penyakit disebabkan 2 hal, yaitu mengandung komponen beracun (logam berat dan bahan kimia beracun) dan terkontaminasi mikroorganisme patogen dalam jumlah cukup untuk menimbulkan penyakit (Salmonella thyposa, Shigella dysentriae, virus hepatitis, Escherichia coli, dan lainnya). Gangguan kesehatan yang terjadi berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala mual, perut mulas, muntah dan diare. Sedangkan negara Indonesia menggunakan bakteri Escherichia coli sebagai bakteri indikator air yang terkontaminasi. Keberadaan bakteri coliform dalam air minum merupakan indikasi keberadaan organisme patogen lainnya. Bakteri ini menyebabkan demam, diare dan kegagalan ginjal (Isnawati, 2012).
Bakteri yang terdapat pada suatu makanan bermacam-macam.  Umumnya bakteri yang dapat menyebabkan keracunan yaitu Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae. Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki. Kondisi sampel makanan pada pengujian  jumlah cemaran bakteri dalam suatu sampel makanan menggunakan metode hitungan cawan harus diperhatikan sehingga hasil yang didapatkan akurat. perubahan sampel makanan selama proses pengambilan dan pengangkutan ke laboratorium harus dihindari dengan cara sampel makanan yang diterima harus segera diuji begitu tiba di laboratorium. Sampel yang didinginkan dan mudah rusak harus dianalisa paling lambat 36 jam setelah pengambilan sampel. Sampel beku harus disimpan dalam freezer sampai tiba waktunya untuk diuji (BPOM RI, 2008).




PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 November 2016 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum
a.    Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, tabung reaksi, gelas ukur, gelas kimia, erlenmeyer, bunsen, pipet mikro, blue tip, tisu, alumunium foil, korek api, inkubator,.
b.    Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisang goreng, tahu isi, tigapo, cilok, stik kentang, pop ice, es kelapa, es teller, es campur, capcin, buffer fosfat, Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), Lactose Broth (LB), Nutrient Agar (NA), Eosin Methylene Blue Agar (EMBA).

Prosedur Kerja
a.    Uji Total Mikroba
1.    Diambil 1 ml atau ditambahkan 1 gram sampel makanan jajanan dan minuman sekitar kampus kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer steril yang berisi larutan pengencer (9 ml) dan dianggap sebagai pengenceran 10-1
2.    Diambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kedua (pengenceran 10-2)
3.    Dipipet 0,1 ml dari setiap pengenceran dan ditanam pada media PCA untuk total mikroba dan PDA untuk total kapang secara duplo
4.    Diinkubasi pada suhu 35˚C selama 24 jam
5.    Diamati dan dihitung jumlah koloni mikroba per ml



b.    Uji Penduga Koliform (MPN Koliform)
1.    Disiapkan 7 tabung reaksi steril yang diisi media Lactose Broth
2.    Didalamnya dimasukkan tabung durham yang dipasang terbalik
3.    Dimasukkan sampel air masing-masing 10 ml sampel (5 tabung reaksi), 1 ml (1 tabung reaksi) dan 0,1 ml (1 tabung reaksi)
4.    Diinkubasi pada suhu 35˚C selama 24 jam
5.    Diamati kekeruhan dan pembentukan gas kemudian dihitung dengan melihat tabel MPN 7 tabung

c.    Uji Penguat Koliform (MPN Penguat)
1.    Adanya pembentukan gas pada media Lactose Broth perlu diuji lanjut dengan penguat pada media EMBA
2.    Diambil samperl dari tabung reaksi MPN positif (yang diduga terbentuknya gas) dengan jarum ose dan diinokulasikan pada cawan berisi EMBA
3.    Diinkubasi pada suhu 35˚C selama 24 jam
4.    Diamati dan dihitung dengan melihat tabung MPN 7 tabung







HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba
Kel
Sampel
Media
PCA
PDA
10-4
10-5
10-6
∑ (CFU/ml)
10-1
10-2
10-3
∑ (CFU/ml)
U1
U2
U1
U2
U1
U2
U1
U2
U1
U2
U1
U2
11
Pisang Goreng
2
3
1
8
3
5
<2,5x105
0
0
2
0
1
0
<2,5x102
12
Tahu Isi
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
2,5X108
0
0
0
0
0
0
<2,5x102
13
Tiga Po
17
14
43
55
13
14
4,9x106
0
0
0
0
0
0
<2,5x102
14
Cilok
13
1
1
1
31
2
3,1x107
1
1
2
1
3
0
<2,5x102
15
Stik Kentang
28
42
22
20
20
18
3,5x105
0
2
3
0
0
0
<2,5x102
16
Pop Ice
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
2,04x106
0
0
0
1
0
1
<2,5 x 102
17
Es Keapa
3
3
2
6
4
3
<2,5x105
2
0
0
1
0
1
<2,5x102
18
Es Teller
115
68
68
40
120
50
9,1x108
0
3
3
2
32
50
4,1X104
19
Es Campur
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
>2,5x108
4
3
3
6
4
2
<2,5X102
20
Cap Cin
65
9
15
20
87
120
7,0x108
0
1
2
1
0
0
<2,5X102






Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Uji Penguat Koliform
Kelompok
Sampel
10 ml
1 ml
0,1 ml
MPN
11
Pisang goreng
3
1
0
12,0
12
Tahu isi
-
-
-
-
13
Tigapo
-
-
-
-
14
Cilok
1
1
1
4,4
15
Stik kentang
1
0
0
2,2
16
Pop ice
5
0
0
38,0
17
Es kelapa
4
1
0
21,0
18
Es teller
4
1
1
21,0
19
Es campur
-
-
-
-
20
Capcin
-
-
-
-

Hasil Perhitungan
a.    Uji Total Mikroba pada Medium PCA
1.      Pisang Goreng
∑ koloni             = x 104
                           = < 2,5 x 105 CFU/gr
2.      Tahu isi
∑ koloni             = 106
                           = < 2,5 x 108 CFU/gr
3.    Tigapo
∑ koloni             = x 105
                             =  x 105
                   = 4,9 x 106 CFU/gr
4.    Cilok
∑ koloni             =  x 106
                             =  x 106
                   = 3,1 x 108 CFU/gr
5.    Stik kentang
∑ koloni             =  x 104
                             =  x 104
                   = 3,55 x 105 CFU/gr
6.    Pop ice
∑ koloni             = x 106
                                    = 2,04 x 108 CFU/ml
7.    Es kelapa
∑ koloni             =  x 104
                   = <2,5 x 105 CFU/ml
8.      Es teller
∑ koloni          =  x 104
                             =  x 104
                                    = 9,15 x 105 CFU/ml
9.      Es campur
∑ koloni          =  x 106
                                    = >2,5 x 108 CFU/ml
10.  Capcin
∑ koloni          =  x 106
                             =  x 106
                                    = 1,0 x 108 CFU/ml

b.    Uji Total Mikroba Pada Medium PDA
1.      Pisang Goreng
∑ koloni           =  x 101
                                    = <2,5 x 102 CFU/gr
2.      Tahu isi
∑ koloni           =  x 101
                                    = < 2,5 x 102 CFU/gr
3.      Tigapo
∑ koloni           =  x 101
                                    = <2,5 x 102 CFU/gr
4.      Cilok
∑ koloni           =  x 101
                                    = <2,5 x 102 CFU/gr
5.      Stik kentang
∑ koloni           =  x 101
                                    = <2,5 x 102 CFU/gr
6.      Pop ice
∑ koloni           =  x 102
                                    = <2,5 x 102 CFU/ml
7.      Es kelapa
∑ koloni           =  x 102
                                    = <2,5 x 102 CFU/ml
8.      Es teller
∑ koloni           = x 103
                             =  x 103
                                    = 4,1 x 104 CFU/ml
9.      Es campur
∑ koloni           =  x 101
                                    = <2,5 x 102 CFU/ml
10.  Capcin
∑ koloni           =  x 101
                                    = <2,5 x 102 CFU/ml




PEMBAHASAN

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima dijalanan dan ditempat tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Istilah makanan jajanan tidak jauh dari istilah junk food, fast food dan street food  karena istilah tersebut merupakan bagian dari istilah makanan jajanan. Makanan jajanan selain bermanfaat penganekaragaman makanan dalam rangka peningkatan mutu gizi dan obesitas. Serta tingkat keamanan makanan jajanan yang kurang terjamin (Aprilia, 2011).
Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, air, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia atau hewan. Dalam batas-batas tertentu kandungan mikroba pada bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan tersebut. Akan tetapi, apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat, maka bahan pangan akan rusak karenanya. Banyak faktor yang  mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan dan  penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi atau nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut.
Metode hitungan cawan menggunakan sel jasad renik yang masih hidup yang ditumbuhkan pada medium agar sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitive untuk menentukan jumlah jasad renik, karena beberapa hal yaitu 1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung, 2. Beberapa jasad renik dapat dhitung sekaligus, 3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan spesifik. Beberapa metode cawan, metode MPN digunakan medium cair didalam tabung reaksi, dimana perhitungan berdasarkan jumlah tabung yang positif setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Escherichia coli adalah penghuni normal saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. Biasanya tidak patogenik. Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktose dengan menghasilkan asam dan agas dalam waktu 48 jam pada suhu 35°C.
Pengujian sanitasi makanan jajanan sekitar kampus dilakukan untuk mengetahui total mikroba, total bakteri dan total kapang serta khamir pada makanan jajanan yang di jual disekitar kampus, seperti stik kentang, es rumput laut, bakso dan cilok. Pada pengujian ini dilakukan dengan menumbuhkan mikroorganisme pada sampel di dalam cawan petri yang berisi media Potato Dextrose Agar (PDA) dan media Plate Count Agar (PCA). Media Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan media yang digunakan untuk menumbuhkan kapang sedangkan media PCA (Plate Count Agar)  adalah tempat bakteri tumbuh dan berkembangbiak dengan baik.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total jamur dan mikroba pada media PCA, total mikroba paling tinggi yang dihasilkan oleh sampel tahu isi, es campur dan cilok dengan rata-rata yaitu sebanyak >2,5 x 108 CFU/gr. Dari hasil tersebut kemungkinan terjadi karena kontaminasi pada proses penyimpanan dan pengemasan. Selain itu kemungkinan karena sampel ini bersifat semi basah dan mengandung banyak gula sehingga menjadi media pertumbuhan mikroba. Sedangkan jumlah mikroba terendah yaitu pada sampel pisang goreng dan es kelapa yaitu <2,5 x 105 CFU/gr. Jika dilihat dari semua hasil pengamatan dan perhitungan, semua data yang dihasilkan menunjukkan adanya pencemaran mikroorganisme terhadap sampel makanan jajanan yang diujikan. Hal ini membuktikan bahwa pada proses pengolahan makanan jajanan memiliki kekurangan dalam penerapan sanitasi hygiene baik pada saat persiapan, pengolahan, penyimpanan, pendistribusian maupun penyajian makanan jajanan. Kurangnya sanitasi hygiene pada proses  pengolahan makanan dapat menghasilkan produk makanan yang berbahaya jika dikonsumsi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan penerapan sanitasi hygiene yang baik  serta sarana prasarana dan biaya yang memadai.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total jamur dan mikroba pada media PDA, total perhitungan kapang dihasilkan oleh sampel es teller memiliki jumlah mikroba tertinggi yaitu sebanyak 4,1  x 104 CFU/ml. Adanya pertumbuhan jamur dan mikroba pada sampel terjadi karena adanya kontaminasi udara pada saat penyimpanan, kontaminasi pekerja pada proses pembuatan dan penyajian serta kontaminasi pada wadah penyimpanan maupun penyajian. Dari hasil  pengamatan dapat dilihat mikroba dan jamur paling banyak tumbuh pada sampel es cendol. Hal ini terjadi karena adanya kontaminasi pada wadah pengemasan, penyimpanan dan waktu simpan yang terlalu lama dan pada kondisi lembab sehingga menjadi media pertumbuhan yang diminati mikroba. Sedangkan jumlah mikroba dan jamur yang paling sedikit tumbuh pada seluruh sampel kecuali es teller dengan  jumlah mikroba masing-masing yaitu <2,5 x 102 CFU/g. Hal ini karena pada beberapa sampel mengalami pemanasan sebelum di kemas, kapang tetap dapat tumbuh dan mencemari karena setelah proses pemanasan atau penggorengan tidak langsung dikemas serta saat minuman dibiarkan pada wadah terbuka sebelum dikemas.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengolahan dan penyajian makanan jajanan adalah bahan baku yang digunakan harus baik dan bersih, tempat pengolahan bersih, sumber air yang cukup dan bersih. Peralatan pengolahan baik dan bersih, pekerja sehat dan bersih, tempat penyajian dan penyimpanan tertutup, dan bersih sehingga dapat meminimalkan kointaminasi dari udara, kemasan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku dan hindari tempat berjualan yang merupakan sumber kontaminasi. Faktor-faktor yang menyebabkan kontaminasi bakteri dalam makanan dibagi menjadi 2 yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan penyebab pertumbuhan mikroba yang dikontrol oleh bakteri itu sendiri. Contoh faktor intrinsik tersebut adalah pH, potensial oksidasi-reduksi, struktur fisik makanan, struktur biologis makanan, ketersediaan oksigen untuk bakteri yang ada, kandungan nutrisi, dan aktivitas air. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berkaitan dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Contoh faktor ekstrinsik adlah temperatur, kelembapan udara relatif, kandungan O2 dan CO2 yang ada, serta jenis dan jumlah mikroba yang ada di makanan tersebut.
Menurut Irianto (2007) makanan jajanan adalah makanan yang banyak ditemukan dipinggir jalan yang dijajakan dalam berbagai bentuk, warna, rasa serta ukuran  sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya. Jenis makanan jajanan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998)  yang dikutip oleh Sitorus (2007) dapat digolongkan menjadi (3) tiga golongan, yaitu: Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil, pisang goreng, kue bugis dan sebagainya. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti pecal, mie bakso, nasi goreng, mie rebus dan sebagaianya.  Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti  ice cream, es campur, jus buah dan sebagainya. 
            Standar SNI 01-2897-1992 parameter mikrobiologis untuk kandungan mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman yaitu harus tidak lebih dari 105 CFU, apabila suatu makanan mengandung mikroba lebih dari itu maka makanan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi karena mengalami kebusukan, rusak akibat mikroorganisme (Aprilia, 2011).



KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1.      Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang banyak digunakan oleh pedagang kaki lima ditempat keramaian umum atau dipinggir pinggir jalan sekiar sekolah dan kampus.
2.      Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total jamur dan mikroba pada media PCA, total mikroba paling tinggi yang dihasilkan oleh sampel tahu isi, es campur dan cilok dengan rata-rata yaitu sebanyak >2,5 x 108 CFU/gr.
3.      Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji total jamur dan mikroba pada media PDA, total perhitungan kapang dihasilkan oleh sampel es teller memiliki jumlah mikroba tertinggi yaitu sebanyak 4,1  x 104 CFU/ml.
4.      Faktor faktor yang harus diperhatikan dalam pengolahan dan penyajian, makanan jajanan adalah sanitasi hygiene yang baik dalam pengolahan, penyimpanan dan penyajian serta tempat berjualan yang jauh dari sumber kontaminasi.
Standar SNI 01-2897-1992 parameter mikrobiologis untuk kandungan mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman yaitu harus tidak lebih dari 105 CFU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar